Jumat, 27 Januari 2012

Bagaimana Cara Pelukis Membuat Lukisan?

Jawaban singkat dari pertanyaan tersebut adalah bahwa sebagian besar pelukis membubuhkan suatu material berwarna pada permukaan sebuah bidang dengan menggunakan kuas atau alat lainnya. Namun ini tentu saja hanya bagian kecil dari keseluruhan cerita. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa seorang gitaris bermain gitar dengan cara menggaruk-garuk senar gitarnya. Pelukis yang membubuhkan cat serta gitaris yang menggaruk senar hanyalah apa yang dapat kita lihat dari luar. Yang membuat seorang pelukis atau gitaris menjadi seniman yang baik adalah pemahamannya tentang kegiatan yang sedang ia lakukan. Apa yang membuat imajinasi kreatif -pembeda utama antara seorang jenius dengan seorang imitator- bisa muncul, sulit untuk dimengerti bahkan oleh senimannya sendiri.
Para seniman bekerja dan berpikir dengan berbagai cara. Ada yang cenderung tenang, memikirkan segala sesuatu nya terlebih dahulu serta menganalisa karya seni secara teoritis. Sebagian lagi berkarya secara mendadak mengikuti dorongan yang muncul secara tiba-tiba. Ada juga yang membutuhkan waktu lama untuk menempatkan diri ke dalam kondisi mental yang tepat, dengan perasaan yang harmonis dan tanpa beban. Mereka mencoba membayangkan terlebih dahulu bagaimana hasil akhir dari karya yang akan dibuatnya, lalu melukisnya secara cepat.
Kendati begitu banyak perbedaan cara, semua seniman melewati langkah dan proses yang relatif sama. Apakah itu menulis puisi, membuat komposisi musik, atau melukis, para seniman harus belajar menangani alat dan bahan dalam membuat karya seni mereka. Pengetahuan tentang medium dan keterampilan dalam menggunakannya disebut teknik.
Proses kreasi secara mental yang diciptakan oleh seorang seniman membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mempelajarinya. Seorang seniman kadang menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam mengobservasi dan memikirkan apa yang ia lihat dan dengar, mengisi pikirannya dengan bayangan dan gagasan. Bagi sebagian seniman, gagasan untuk sebuah karya seni kemudian muncul dari inspirasi yang datang secara mendadak. Dia mungkin langsung menuangkan ide atau gagasan tersebut secara cepat ke dalam bentuk sket kasar. Setelah itu proses membangun, mengoreksi, dan menyempurnakan akan berlangsung secara lambat dan teliti. Beberapa seniman tidak bergantung pada inspirasi kilat, tapi mengolah gagasan-gagasan mereka secara bertahap sambil berkarya.
Salah satu cara yang dilakukan seorang pelukis untuk mulai membuat lukisannya adalah mengobservasi dan merekam sesuatu objek yang sudah ada diluaran sana. Dia bisa meminta seorang model untuk berpose baginya. Dia dapat saja mengatur beberapa objek tertentu di atas meja. Atau mengelilingi sebuah tempat tertentu mencari pemandangan yang nampak bagus sebagai subjek lukisannya.
Seorang pelukis juga dapat mulai berdasarkan gambar imajinasi dari mimpi atau cerita yang pernah dia baca. Kadangkala dia mulai dengan menggunakan semacam kerangka atau pola tertentu, seperti pola segitiga, piramid, atau misalnya, huruf Z dalam lukisan “The Old Guitarist” karya Pablo Picasso.
Bagaimanapun cara memulainya, termasuk juga saat dia melengkapi detail dan finishing, seorang pelukis harus terus menentukan apa saja yang menjadi bagian lukisan dan yang tidak, apa yang dikedepankan dan apa yang tidak, bagaimana menggabungkan detail-detail kecil menjadi kelompok-kelompok yang lebih besar, dan bagaimana mengorganisir keseluruhan gambar menjadi satu kesatuan yang utuh.
Sebuah lukisan yang telah selesai memiliki satu atau beberapa pengaturan tertentu dari bagian-bagian dan kualitasnya yang disebut form. Form biasa disebut bentuk atau bangun. Banyak lukisan memiliki form yang kompleks. Kita bisa saja mempelajari lukisan tersebut dalam waktu lama tanpa mengetahui semua cara yang dipakai oleh pelukisnya dalam menyeleksi dan mengatur bagian-bagian lukisannya. Untuk dapat lebih mencermati detail dan relasi yang kompleks seperti ini adalah dengan menganalisa form ke dalam elemen-elemennya dan melihat bagaimana mereka diletakkan. Elemen-elemen utama dari sebuah lukisan adalah garis, warna, tekstur, terang dan gelap, ruang, massa/bobot dan perspektif.
Garis biasanya adalah elemen dasar yang digunakan seorang seniman untuk membangun form dalam sebuah gambar. Dia dapat membuat garis dalam berbagai cara. Sebagai contoh, dia dapat mencoretkan atau mengecat sebuah garis tipis dengan warna hitam atau warna lainnya sebagai outline. Dengan mengkombinasikan garis-garis yang berbeda ukuran panjang dan arah, seorang pelukis dapat membuat sebuah gambar yang utuh tanpa harus menggunakan warna yang bermacam-macam, namun tentu saja ini terlihat lebih sebagai sebuah drawing daripada sebuah lukisan. Seorang pelukis juga dapat membuat garis-garis sebagai batas antara dua daerah warna yang berbeda. Garis dapat saja tajam dan jelas, atau kasar dan kabur. Vincent van Gogh menggunakan garis-garis tebal, kasar dan kabur dalam karyanya “Starry Night”. Goresan-goresan kasar dan tebal berwarna biru dan putih yang membentuk awan-awan berputar, juga pada bentuk berombak dari pohon-pohon cypress, begitu kuat mengesankan adanya energi dan gerakan.
Warna terdiri atas tiga jenis kualitas. Salah satunya adalah hue, dalam hal ini merujuk pada pembedaan merah, kuning, biru, hijau, ungu dan seterusnya. Hue sering juga disebut warna, walau dalam bahasa Inggris pengertian warna=hue berbeda dengan pengertian warna=colour. Kualitas yang kedua adalah value atau kecemerlangan, yaitu rentang warna dari sangat terang ke sangat gelap. Kualitas ketiga adalah intensitas atau nuansa warna, yang merujuk pada pengertian bahwa setiap hue dapat saja murni, kuat, dan cerah, atau bercampur dengan hue lain atau atau dengan warna putih.
Tekstur adalah penampilan dari permukaan sebuah bidang gambar/lukis. Permukaan sebuah bidang gambar dapat saja polos dan datar, atau bervariasi dari satu titik ke titik lainnya oleh perbedaan garis, hue, value, intensitas, atau hal-hal lainnya.
Terang dan Gelap kadangkala diperlakukan sebagai elemen yang terpisah dari warna. Sebuah foto hitam-putih mungkin memiliki banyak variasi terang dan gelap, namun tidak memiliki variasi hue. Sebagian pelukis menggunakan banyak variasi warna untuk menghasilkan variasi terang dan gelap yang naturalistik. Namun sebagian lagi ada yang yang menggunakan terang dan gelap untuk mendapatkan efek yang dramatis tanpa banyak memakai variasi hue. Mereka membuat kombinasi dan kontras terang dan gelap untuk mendapatkan kesan refleksi dan bayangan yang berasal dari efek pencahayaan khusus. Teknik seperti ini disebut chiaroscuro, dari bahasa Italia yang berarti terang dan gelap.
Ruang atau spasi. Dengan mengatur garis, daerah terang dan gelap, dan hue dengan baik, seorang pelukis dapat membuat sebuah objek terlihat rata atau berisi, dan terlihat jauh atau dekat. Seorang pematung membuat karyanya dalam wujud tiga dimensi. Namun seorang pelukis bekerja di atas permukaan yang datar, sehingga dia harus memiliki kemampuan untuk menciptakan ilusi dari isi dan kedalaman. Banyak cara yang sering digunakan oleh para pelukis, seperti membuat objek di kejauhan lebih kecil dari objek yang lebih dekat, membuat objek dekat menutupi objek yang lebih jauh dan tertutup sebagian dari pandangan, dan mengatur terang dan gelap untuk menghasilkan kesan hi-light atau refleksi satu sisi dari sebuah objek padat berisi dan kesan bayangan di sisi lainnya. Para pelukis juga sering menggunakan warna panas untuk membuat objek terlihat lebih dekat dan warna dingin untuk membuat objek terlihat lebih jauh. Bobot/massa atau kepadatan adalah salah satu elemen dari lukisan, seperti halnya perspektif atau ilusi kedalaman ruang. Komposisi ruang adalah pengaturan objek-objek sehingga terlihat berada pada tempat dan jarak yang berbeda di dalam sebuah ruang. Tidak semua pelukis menggunakan ilusi kedalaman dan jarak dalam berekspresi. Kita tidak boleh beranggapan bahwa ketika seorang pelukis membuat sebuah objek terlihat flat atau rata, itu karena dia tidak mampu membuatnya berkesan tiga dimensi. Beberapa karya pelukis Mesir kuno, pelukis jaman Bizantium, Picasso, Matisse, pelukis wayang Beber di Jawa dapat menjadi bahan komparasi bagaimana kurang atau tidak terlihatnya ilusi kepadatan isi dan kedalaman. Banyak pelukis yang menggunakan massa dan perspektif untuk efek tertentu dan menggunakan form dekoratif yang rata untuk efek lain.
Para seniman memiliki beberapa cara untuk mengkombinasikan elemen-elemen lukisan. Salah satu cara adalah representasi. Sebuah lukisan disebut representasional jika pelukis mengatur detail-detail nya menjadi terlihat seperti sebuah objek atau sebuah adegan/pemandangan. Cara ini menawarkan sebuah ilusi pada pengamat bahwa apa yang dilihatnya itu adalah sebuah objek atau pemandangan yang nyata, bukan sekedar sebuah bidang yang dipenuhi cat. Namun sebuah gambar tidak mesti terlihat persis seperti apa yang direpresentasikannya. Dalam melukis still life misalnya, seorang pelukis mungkin saja merubah atau meninggalkan beberapa detail dari objek nyata yang dilukisnya agar hasilnya terlihat lebih spesial. Cara lainnya adalah disain. Menggunakan garis yang berulang-ulang dan bervariasi, titik-titik atau blok-blok warna sebagai tema, dan di susun secara dekoratif. Bentuk-bentuk yang ditampilkan bersusun satu di atas yang lain, atau menumpuk antara satu dengan lainnya.
Beberapa lukisan ada yang memiliki kedua faktor representasi sekaligus disain, seperti pada lukisan “The Three Musicians” karya Picasso. Beberapa lukisan lainnya bahkan tidak memiliki faktor representasi sama sekali. Lukisan seperti ini tidak menawarkan sesuatu bentuk seperti yang lazim kita lihat. Jenis lukisan seperti ini disebut abstrak atau non-objektif, walaupun kedua istilah tersebut tidak memiliki arti yang persis sama. Beberapa pelukis memulai dengan cara membuat atau membayangkan sebuah gambar realistik dari sebuah objek. Namun kemudian mereka menghilangkan sebagian dan sebagian lagi detail objek tersebut hingga sulit untuk dikenali lagi. Mereka berkonsentrasi pada pembuatan sebuah disain yang menarik untuk dilihat. Proses ini melibatkan abstraksi atau penghilangan detail. Pelukis lainnya mengatur garis dan warna menjadi sebuah komposisi yang menarik. Lalu terciptalah sebuah lukisan non-objektif. Sebuah karya seperti lukisan tiga pemusik nya Picasso, yang tidak menghilangkan keseluruhan faktor representasi, sering pula disebut sebagai lukisan semi-abstrak.
Apa yang membuat sebuah lukisan abstrak dapat tetap menarik perhatian kita, bila semua representasi dari sesuatu yang mungkin ingin kita lihat telah dihilangkan? Lukisan abstrak melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan sebuah komposisi musik. Hampir semua musik instrumental tidak berbunyi seperti sesuatu yang ada di alam, namun kita bisa mendengarkan dengan perasaan senang dan menikmati gagasan yang ditawarkan oleh komposernya, karena komposisi itu menghasilkan disain suara yang indah dan karena mengekspresikan emosi. “Komposisi” karya Kandinsky adalah salah satu contoh lukisan yang menarik karena disain garis ekspresif yang mengalir bebas tidak beraturan serta variasi warna yang kaya. Banyak pelukis, seperti Willem de Kooning dan Jackson Pollock jadi lebih mengedepankan pengekspresian emosi dalam berkarya. Karya-karya mereka disebut abstrak-ekspresionisme.
Sebagaimana hal nya dengan musik dan puisi, lukisan dapat diadaptasi untuk tujuan-tujuan praktis, termasuk sebagai barang dagangan atau untuk mempengaruhi pikiran publik. Lukisan banyak dipakai sebagai media untuk menceritakan sebuah kisah atau menjelaskan gagasan-gagasan etika atau relijius. Sekarang ini, sebagai “seni murni”, lukisan banyak dipakai sebagai media pengekspresian gagasan atau perasaan artistik dari pelukisnya. Namun lukisan masih dipakai untuk menjelaskan gagasan-gagasan abstrak, khususnya dalam ilustrasi.
Semakin banyak kita mempelajari sejarah seni, semakin kita paham bahwa ada banyak cara melukis dan banyak jenis lukisan. Setiap seniman hebat, juga setiap periode utama dalam sejarah seni memiliki satu atau lebih gaya melukis. Ketertarikan dan kesenangan kita pada lukisan makin meningkat seiring dengan makin banyaknya kita belajar membedakan antara lukisan karya Affandi dan lukisan karya Renoir misalnya, atau antara lukisan Persia dan lukisan Jepang. Dengan membandingkan gaya, kita dapat melihat bagaimana seorang pelukis belajar dari seniman sebelumnya, dan bagaimana dia mempengaruhi seniman-seniman sesudahnya.
Apa yang membuat sebuah gaya berbeda dengan gaya lainnya? Jawaban dari pertanyaan ini adalah luasnya kemungkinan yang dapat dipilih dan diutamakan oleh seorang pelukis dalam menggunakan elemen-elemen lukisan dan cara menggabungkan elemen-elemen tersebut. Sebuah gaya menekankan pada jenis garis tertentu, gaya yang lain pada terang dan gelap, yang lain pada hue tertentu, lainnya lagi pada kepadatan massa atau kedalaman ruang. Sebuah gaya menonjolkan representasi, sementara gaya lainnya pada disain. Kita dapat belajar mengenali gaya atau corak lukisan sewaktu kita melihatnya dengan cara bertanya pada diri sendiri elemen atau cara apa saja yang ditonjolkan, dihilangkan, atau dikurangi, oleh seniman dalam mengorganisir lukisannya. Selanjutnya kita dapat belajar mengetahui bagaimana cara setiap pelukis membuat lukisan.