“PENJAGA MALAM”
Jika kita hanya membaca biografi
awal Rembrandt atau hanya melihat lukisan-lukisan awalnya saja, nampaknya
adalah semacam keajaiban bahwa Rembrandt pernah menerima dan memakai gaya
klasikis. Beberapa fakta sejarah bahkan menunjukkan sikap anti-klasikis dari
Rembrandt
Rembrandt adalah seniman Baroque.
Dia dilahirkan dan meninggal dunia dalam tradisi ini. Dia, seperti
seniman-seniman Belanda pada masa itu, tidak bisa lepas dari pengaruh gaya
Baroque. Namun antara tahun 1640 sampai 1648, Rembrandt berada dalam periode
transisi gaya. Sekitar tahun 1640, selain mengeksplorasi dan memakai
elemen-elemen Baroque, seperti gerak yang meliuk-liuk, diagonal yang dramatis,
garis-garis lengkung, dan benturan antara cahaya dengan bayangan, Rembrandt
melihat gaya lain dalam berekspresi yang lebih simpel, lebih tenang dalam
klasikisme.
Sepanjang dekade 1640an
elemen-elemen baroque Rembrandt dan kecenderungannya pada gaya klasik berjalan
berdampingan dalam karya-karya seninya. Kadang bercampur, kadang salah satu
lebih dominan hingga akhir dekade, saat gaya klasik akhirnya tidak menonjol
lagi. Rembrandt tidak pernah menjadi penganut paham klasikis, dia jauh lebih
merdeka dalam pemikiran, terlalu “realis”, terlalu “Orang Belanda Abad ke17”
untuk itu.
Kesukaan Rembrandt pada
klasikisme terlihat pada karyanya “Aristotle Contemplating the Bust of Homer”
dan terutama pada “Potret Diri” nya yang dibuat tahun 1640. Lukisan “Potret
Diri” ini sangat kalem dan seimbang, menggunakan komposisi piramidal tipikal
gaya Renaissance.
Kemunculan elemen-elemen klasikal
dalam sebuah lukisan, tidaklah berarti bahwa Rembrandt telah mengambil arah
baru dalam perjalanan berkeseniannya. Periode “transisional”nya hanyalah sebuah
alternatif antara mood yang satu dengan mood lainnya. Dalam karyanya yang
paling terkenal “Penjaga Malam” (1642), hanya sedikit jejak klasikal yang
terlihat, yaitu pada arsitektur di latar belakang. Lukisan ini adalah
masterpiece dari gaya Baroque.
Sejak dikenal dengan judul yang
keliru, apalagi belum melihatnya secara langsung, sangat wajar dan logis jika
kita berasumsi bahwa lukisan ini menggambarkan suasana pada malam hari. Judul
resminya adalah “The Company of Captain Frans Banning Cocq and Lieutenant
Willem van Ruitenburch”. Nanti pada akhir abad ke18 namanya berubah menjadi
seperti yang kita kenal sekarang ini.
Sayangnya, kata “Penjaga” dan
“Malam” dua-duanya keliru. Pasukan “Pengawal Negara” pada saat Rembrandt
melukis mereka sudah tidak lagi perlu mempertahankan atau meronda kota
Amsterdam baik siang ataupun malam hari. Amsterdam pada waktu itu sudah cukup
aman dan tertib. Jika diasumsikan bahwa berkumpulnya mereka itu untuk suatu
tujuan tertentu, paling-paling berbaris ke lapangan untuk mengikuti kontes
menembak atau mengambil bagian dalam parade.
“Malam” bahkan lebih kacau lagi
dari “Penjaga”. Ketika para kritikus dan publik memberi nama pada lukisan
tersebut, kanvasnya telah menjadi begitu gelap karena kotoran, debu, dan
lapisan-lapisan vernis yang membuatnya sulit ditentukan apakah iluminasi yang
dimaksud Rembrandt berasal dari matahari atau bulan. Nanti setelah akhir Perang
Dunia II, saat lukisan tersebut direstorasi sepenuhnya, barulah nampak gagasan
yang diinginkan oleh Rembrandt lebih 300 tahun sebelumnya.
Karya-karya Rembrandt menderita
akibat perlakuan para restorator lukisan. Istilah “Coklat Rembrandt” adalah
hasil ulah mereka yang hasilnya mengesankan bahwa Rembrandt adalah seorang
pelukis yang monoton dalam penggunaan warna, membuat kejeniusannya dalam hal
warna jadi tenggelam.
Cukup beralasan memang mengapa
karya-karya Rembrandt begitu dikacaukan oleh banyaknya tumpukan vernis. Seiring
dengan bertambahnya kedewasaannya, Rembrandt makin bebas dalam menggunakan
teknik yang dimilikinya, seperti penggunaan goresan-goresan tebal dan kasar,
lintasan-lintasan warna rusak, impasto berat dengan pisau palet, dan mengosok
bidang-bidang kanvas dengan memakai jari-jari tangan. Gaya melukis khas
Rembrandt seperti ini membuat akhirnya membuat sebagian besar kritikus abad
ke-17 dan abad ke-18 menganggap bahwa Rembrandt membuat lukisannya secara
berlapis-lapis, termasuk pelapisan vernis di antara lapisan-lapisan tersebut
untuk mendapatkan warna yang senada dan daya lekat cat yang lebih baik. Salah
kaprah ini muncul salah satunya barangkali akibat Rembrandt yang tidak membiarkan
orang lain melihat lukisan yang dibuatnya sebelum benar-benar selesai.
Akibatnya, lebih dari seabad setelah meninggalnya, banyak lukisannya yang
dilapisi vernis secara bebas, sebagian bahkan vernis berwarna oleh para
pedagang dan para kolektor. Penggunaan vernis dengan maksud melindungi lukisan
ini juga membuat goresan-goresan dan warna jadi membaur. Pada lukisan “Penjaga
Malam” hal ini ada gunanya juga. Tahun 1911, sewaktu lukisan ini masih ditutupi
oleh lapisan vernis keras yang tebal, seorang koki kapal menusuknya dengan
pisau. Alasannya karena lukisan “Penjaga Malam” sangat terkenal sementara dia
tidak. Namun permukaan lapisannya yang sudah sekeras kaca hingga tidak bisa
ditembus pisau membuat lukisan ini selamat dari bencana.
“Penjaga Malam” dipesan oleh
Kapten Banning Cocq dan 17 anggota pasukannya. Asumsi ini berdasarkan fakta
nama-nama tersebut (ditambahkan oleh seseorang setelah lukisan ini selesai)
tertera pada perisai di atas tembok di latar belakang. Tentu saja mereka
mengharapkan sebuah lukisan potret berkelompok dimana setiap anggota dapat
dikenali dengan jelas, walaupun barangkali tidak sama dalam penampilannya,
berdasarkan pengaruh atau senioritas masing-masing. Anggota yang dilukis
seluruh tubuh tentu harus membayar lebih banyak dibandingkan yang hanya
ditampilkan kepala atau yang figurnya hanya sebagian saja. Mereka mungkin sudah
dapat melihat bahwa Rembrandt tidak akan membuat sebuah lukisan standar yang
statis seperti umumnya lukisan potret berkelompok masa itu. Namun tak satupun dari
mereka yang siap menghadapi kejutan dari karya masterpiece itu nantinya.
“Penjaga Malam” adalah sebuah
lukisan kolosal. Ukuran aslinya adalah sekitar 3,9 meter kali 4,8 meter dan
berisi bukan hanya ke 18 orang pasukan pengawal tersebut tapi juga 16 figur
lainnya yang ditambahkan oleh Rembrandt. Ini adalah lukisan paling revolusioner
yang pernah dibuat oleh Rembrandt. Mentransformasi lukisan potret berkelompok
tradisional Belanda menjadi kilatan cahaya, warna dan gerakan yang mempesona. Berukuran
jauh lebih besar dari lukisan potret ortodoks, lebih kompleks namun tetap
menyatu secara keseluruhan. Di tangan Rembrandt, tentara berbaris, - sesuatu
hal yang lumrah - berubah menjadi sebuah kemeriahan Baroque yang penuh
semangat, riuh dengan bunyi drum dan letupan senapan, ketukan-ketukan pelantak,
gonggongan anjing, serta tangis anak-anak. Di latar depan, Kapten Banning Cocq
dan letnannya memimpin barisan tanpa aturan formal. Rasa gerakan diperkuat dengan garis diagonal yang memusat:
pada sisi kanan, perspektif tombak di tangan sang letnan , senapan musket serdadu
di belakangnya dan tombak di atasnya; dan pada sisi kiri, tongkat sang kapten,
garis nya yang diulangi oleh senapan musket serdadu lain dan banner. Pengaruhnya
langsung terasa pada pengamat; ia merasa bahwa ia sebaiknya menyingkir dari situ.
Kontras yang kuat antara cahaya
dan bayangan memperkuat kesan gerakan, namun juga menegaskan penggunaan cahaya
dalam lukisannya adalah untuk lebih kepentingan estetik daripada tampilan
logika. Bayangan tangan kapten Cocq pada mantel sang letnan mengesankan bahwa matahari berada pada sudut
sekitar 45 derajat di sebelah kiri, namun bayangan dari kaki kapten mengesankan
sudut yang berbeda. Lukisan ini tentu saja dirancang dan dibuat di dalam studio,
para abdi negara ini tidak berpose diluar rumah, meski pencahayaannya dalam beberapa
detil tertentu sesuai benar dengan keadaan alam. Ia mengatur dan memanipulasi
cahaya dengan membuka atau menutup daun jendela studio sesuai dengan
keinginannya, untuk menciptakan atmosfer fantasi dan dramatis.
Mitos yang melekat pada lukisan
“Penjaga Malam” adalah yang paling kuat dan paling mengganggu diantara
mitos-mitos lain yang mengelilingi Rembrandt. Bahwa lukisan inilah yang membawa
Rembrandt ke jurang kebangkrutan, bahwa lukisan ini tidak diterima oleh
pemesannya karena terlalu revolusioner, dan sebagainya. Begitu dipercayainya
kebenaran cerita-cerita ini, sampai-sampai pada musim turis tahun 1967,
maskapai penerbangan Belanda KLM mencantumkan cerita-cerita tersebut dalam promosi-promosinya.
Namun berdasarkan hasil observasi Professor Seymour Slive dari Harvard dalam
buku “Rembrandt and His Critics” fakta sebenarnya tidaklah seperti itu.
Lukisan tersebut tidak pernah
kurang diterima oleh para pemesannya. Tidak ada kritikus semasa hidup Rembrandt
yang pernah menulis bahwa “Penjaga Malam” tidak atau kurang diterima karena
mengecewakan pemesannya. Kapten Banning Cocq sendiri memiliki kopian lukisan
tersebut di dalam album pribadinya dalam bentuk lukisan cat air dan sebuah
kopian cat minyak nya yang dibuat oleh Gerrits Lundens (sekarang dimiliki oleh
Galeri Nasinal Inggris di London), adalah bukti kepopuleran lukisan ini.
“Penjaga Malam” tidak pernah disembunyikan di tempat yang tidak jelas. Kloveniersdoelen,
markas pasukan pengawal negara adalah rumah pertamanya, dan tahun 1715 lukisan
Penjaga Malam dipindahkan ke gedung Balai Kota Amsterdam. Sayangnya karena
alasan ruang, lukisan ini dipotong di semua sisinya. Sisi sebelah kiri adalah
bagian yang paling banyak terpotong, sekitar 60 cm, dan 3 figur yang ada di
dalamnya lenyap entah ke mana. Begitu pula dengan cerita bahwa lukisan ini yang
akhirnya membuat Rembrandt kehilangan pelanggan. Rembrandt menerima 1600
guilder untuk lukisan “Penjaga Malam”, dan empat tahun kemudian Pangeran Orange
membayar 2400 guilder untuk dua buah lukisan yang berukuran lebih kecil. Tahun
1642, Rembrandt berada pada puncak ketenarannya, lalu perlahan-lahan kehilangan
penggemar. Salah satu alasan jatuhnya popularitas Rembrandt adalah perubahan
cita rasa seni orang-orang Belanda. Seiring dengan makin meningkatnya rasa aman
dalam diri orang-orang kaya masa itu, mereka pun mengembangkan kesenangan akan
penampilan yang elegan dan lebih gaya. Mereka mulai menyukai warna-warna yang
terang dan lembut seperti karya-karya Antony van Dyck.
Disadur
dari “The World Of Rembrandt” Time-Life Library Of Art, 1968
Penjaga Malam Rembrandt van Rijn |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar