Senin, 15 Juli 2013


“PENJAGA MALAM”

Jika kita hanya membaca biografi awal Rembrandt atau hanya melihat lukisan-lukisan awalnya saja, nampaknya adalah semacam keajaiban bahwa Rembrandt pernah menerima dan memakai gaya klasikis. Beberapa fakta sejarah bahkan menunjukkan sikap anti-klasikis dari Rembrandt

Rembrandt adalah seniman Baroque. Dia dilahirkan dan meninggal dunia dalam tradisi ini. Dia, seperti seniman-seniman Belanda pada masa itu, tidak bisa lepas dari pengaruh gaya Baroque. Namun antara tahun 1640 sampai 1648, Rembrandt berada dalam periode transisi gaya. Sekitar tahun 1640, selain mengeksplorasi dan memakai elemen-elemen Baroque, seperti gerak yang meliuk-liuk, diagonal yang dramatis, garis-garis lengkung, dan benturan antara cahaya dengan bayangan, Rembrandt melihat gaya lain dalam berekspresi yang lebih simpel, lebih tenang dalam klasikisme.

Sepanjang dekade 1640an elemen-elemen baroque Rembrandt dan kecenderungannya pada gaya klasik berjalan berdampingan dalam karya-karya seninya. Kadang bercampur, kadang salah satu lebih dominan hingga akhir dekade, saat gaya klasik akhirnya tidak menonjol lagi. Rembrandt tidak pernah menjadi penganut paham klasikis, dia jauh lebih merdeka dalam pemikiran, terlalu “realis”, terlalu “Orang Belanda Abad ke17” untuk itu.

Kesukaan Rembrandt pada klasikisme terlihat pada karyanya “Aristotle Contemplating the Bust of Homer” dan terutama pada “Potret Diri” nya yang dibuat tahun 1640. Lukisan “Potret Diri” ini sangat kalem dan seimbang, menggunakan komposisi piramidal tipikal gaya Renaissance.

Kemunculan elemen-elemen klasikal dalam sebuah lukisan, tidaklah berarti bahwa Rembrandt telah mengambil arah baru dalam perjalanan berkeseniannya. Periode “transisional”nya hanyalah sebuah alternatif antara mood yang satu dengan mood lainnya. Dalam karyanya yang paling terkenal “Penjaga Malam” (1642), hanya sedikit jejak klasikal yang terlihat, yaitu pada arsitektur di latar belakang. Lukisan ini adalah masterpiece dari gaya Baroque.

Sejak dikenal dengan judul yang keliru, apalagi belum melihatnya secara langsung, sangat wajar dan logis jika kita berasumsi bahwa lukisan ini menggambarkan suasana pada malam hari. Judul resminya adalah “The Company of Captain Frans Banning Cocq and Lieutenant Willem van Ruitenburch”. Nanti pada akhir abad ke18 namanya berubah menjadi seperti yang kita kenal sekarang ini.
Sayangnya, kata “Penjaga” dan “Malam” dua-duanya keliru. Pasukan “Pengawal Negara” pada saat Rembrandt melukis mereka sudah tidak lagi perlu mempertahankan atau meronda kota Amsterdam baik siang ataupun malam hari. Amsterdam pada waktu itu sudah cukup aman dan tertib. Jika diasumsikan bahwa berkumpulnya mereka itu untuk suatu tujuan tertentu, paling-paling berbaris ke lapangan untuk mengikuti kontes menembak atau mengambil bagian dalam parade.

“Malam” bahkan lebih kacau lagi dari “Penjaga”. Ketika para kritikus dan publik memberi nama pada lukisan tersebut, kanvasnya telah menjadi begitu gelap karena kotoran, debu, dan lapisan-lapisan vernis yang membuatnya sulit ditentukan apakah iluminasi yang dimaksud Rembrandt berasal dari matahari atau bulan. Nanti setelah akhir Perang Dunia II, saat lukisan tersebut direstorasi sepenuhnya, barulah nampak gagasan yang diinginkan oleh Rembrandt lebih 300 tahun sebelumnya.

Karya-karya Rembrandt menderita akibat perlakuan para restorator lukisan. Istilah “Coklat Rembrandt” adalah hasil ulah mereka yang hasilnya mengesankan bahwa Rembrandt adalah seorang pelukis yang monoton dalam penggunaan warna, membuat kejeniusannya dalam hal warna jadi tenggelam.

Cukup beralasan memang mengapa karya-karya Rembrandt begitu dikacaukan oleh banyaknya tumpukan vernis. Seiring dengan bertambahnya kedewasaannya, Rembrandt makin bebas dalam menggunakan teknik yang dimilikinya, seperti penggunaan goresan-goresan tebal dan kasar, lintasan-lintasan warna rusak, impasto berat dengan pisau palet, dan mengosok bidang-bidang kanvas dengan memakai jari-jari tangan. Gaya melukis khas Rembrandt seperti ini membuat akhirnya membuat sebagian besar kritikus abad ke-17 dan abad ke-18 menganggap bahwa Rembrandt membuat lukisannya secara berlapis-lapis, termasuk pelapisan vernis di antara lapisan-lapisan tersebut untuk mendapatkan warna yang senada dan daya lekat cat yang lebih baik. Salah kaprah ini muncul salah satunya barangkali akibat Rembrandt yang tidak membiarkan orang lain melihat lukisan yang dibuatnya sebelum benar-benar selesai. Akibatnya, lebih dari seabad setelah meninggalnya, banyak lukisannya yang dilapisi vernis secara bebas, sebagian bahkan vernis berwarna oleh para pedagang dan para kolektor. Penggunaan vernis dengan maksud melindungi lukisan ini juga membuat goresan-goresan dan warna jadi membaur. Pada lukisan “Penjaga Malam” hal ini ada gunanya juga. Tahun 1911, sewaktu lukisan ini masih ditutupi oleh lapisan vernis keras yang tebal, seorang koki kapal menusuknya dengan pisau. Alasannya karena lukisan “Penjaga Malam” sangat terkenal sementara dia tidak. Namun permukaan lapisannya yang sudah sekeras kaca hingga tidak bisa ditembus pisau membuat lukisan ini selamat dari bencana.

“Penjaga Malam” dipesan oleh Kapten Banning Cocq dan 17 anggota pasukannya. Asumsi ini berdasarkan fakta nama-nama tersebut (ditambahkan oleh seseorang setelah lukisan ini selesai) tertera pada perisai di atas tembok di latar belakang. Tentu saja mereka mengharapkan sebuah lukisan potret berkelompok dimana setiap anggota dapat dikenali dengan jelas, walaupun barangkali tidak sama dalam penampilannya, berdasarkan pengaruh atau senioritas masing-masing. Anggota yang dilukis seluruh tubuh tentu harus membayar lebih banyak dibandingkan yang hanya ditampilkan kepala atau yang figurnya hanya sebagian saja. Mereka mungkin sudah dapat melihat bahwa Rembrandt tidak akan membuat sebuah lukisan standar yang statis seperti umumnya lukisan potret berkelompok masa itu. Namun tak satupun dari mereka yang siap menghadapi kejutan dari karya masterpiece itu nantinya.

“Penjaga Malam” adalah sebuah lukisan kolosal. Ukuran aslinya adalah sekitar 3,9 meter kali 4,8 meter dan berisi bukan hanya ke 18 orang pasukan pengawal tersebut tapi juga 16 figur lainnya yang ditambahkan oleh Rembrandt. Ini adalah lukisan paling revolusioner yang pernah dibuat oleh Rembrandt. Mentransformasi lukisan potret berkelompok tradisional Belanda menjadi kilatan cahaya, warna dan gerakan yang mempesona. Berukuran jauh lebih besar dari lukisan potret ortodoks, lebih kompleks namun tetap menyatu secara keseluruhan. Di tangan Rembrandt, tentara berbaris, - sesuatu hal yang lumrah - berubah menjadi sebuah kemeriahan Baroque yang penuh semangat, riuh dengan bunyi drum dan letupan senapan, ketukan-ketukan pelantak, gonggongan anjing, serta tangis anak-anak. Di latar depan, Kapten Banning Cocq dan letnannya memimpin barisan tanpa aturan formal. Rasa gerakan  diperkuat dengan garis diagonal yang memusat: pada sisi kanan, perspektif tombak di tangan sang letnan , senapan musket serdadu di belakangnya dan tombak di atasnya; dan pada sisi kiri, tongkat sang kapten, garis nya yang diulangi oleh senapan musket serdadu lain dan banner. Pengaruhnya langsung terasa pada pengamat; ia merasa bahwa ia sebaiknya menyingkir dari situ.

Kontras yang kuat antara cahaya dan bayangan memperkuat kesan gerakan, namun juga menegaskan penggunaan cahaya dalam lukisannya adalah untuk lebih kepentingan estetik daripada tampilan logika. Bayangan tangan kapten Cocq pada mantel sang letnan  mengesankan bahwa matahari berada pada sudut sekitar 45 derajat di sebelah kiri, namun bayangan dari kaki kapten mengesankan sudut yang berbeda. Lukisan ini tentu saja dirancang dan dibuat di dalam studio, para abdi negara ini tidak berpose diluar rumah, meski pencahayaannya dalam beberapa detil tertentu sesuai benar dengan keadaan alam. Ia mengatur dan memanipulasi cahaya dengan membuka atau menutup daun jendela studio sesuai dengan keinginannya, untuk menciptakan atmosfer fantasi dan dramatis.

Mitos yang melekat pada lukisan “Penjaga Malam” adalah yang paling kuat dan paling mengganggu diantara mitos-mitos lain yang mengelilingi Rembrandt. Bahwa lukisan inilah yang membawa Rembrandt ke jurang kebangkrutan, bahwa lukisan ini tidak diterima oleh pemesannya karena terlalu revolusioner, dan sebagainya. Begitu dipercayainya kebenaran cerita-cerita ini, sampai-sampai pada musim turis tahun 1967, maskapai penerbangan Belanda KLM mencantumkan cerita-cerita tersebut dalam promosi-promosinya. Namun berdasarkan hasil observasi Professor Seymour Slive dari Harvard dalam buku “Rembrandt and His Critics” fakta sebenarnya tidaklah seperti itu.

Lukisan tersebut tidak pernah kurang diterima oleh para pemesannya. Tidak ada kritikus semasa hidup Rembrandt yang pernah menulis bahwa “Penjaga Malam” tidak atau kurang diterima karena mengecewakan pemesannya. Kapten Banning Cocq sendiri memiliki kopian lukisan tersebut di dalam album pribadinya dalam bentuk lukisan cat air dan sebuah kopian cat minyak nya yang dibuat oleh Gerrits Lundens (sekarang dimiliki oleh Galeri Nasinal Inggris di London), adalah bukti kepopuleran lukisan ini. “Penjaga Malam” tidak pernah disembunyikan di tempat yang tidak jelas. Kloveniersdoelen, markas pasukan pengawal negara adalah rumah pertamanya, dan tahun 1715 lukisan Penjaga Malam dipindahkan ke gedung Balai Kota Amsterdam. Sayangnya karena alasan ruang, lukisan ini dipotong di semua sisinya. Sisi sebelah kiri adalah bagian yang paling banyak terpotong, sekitar 60 cm, dan 3 figur yang ada di dalamnya lenyap entah ke mana. Begitu pula dengan cerita bahwa lukisan ini yang akhirnya membuat Rembrandt kehilangan pelanggan. Rembrandt menerima 1600 guilder untuk lukisan “Penjaga Malam”, dan empat tahun kemudian Pangeran Orange membayar 2400 guilder untuk dua buah lukisan yang berukuran lebih kecil. Tahun 1642, Rembrandt berada pada puncak ketenarannya, lalu perlahan-lahan kehilangan penggemar. Salah satu alasan jatuhnya popularitas Rembrandt adalah perubahan cita rasa seni orang-orang Belanda. Seiring dengan makin meningkatnya rasa aman dalam diri orang-orang kaya masa itu, mereka pun mengembangkan kesenangan akan penampilan yang elegan dan lebih gaya. Mereka mulai menyukai warna-warna yang terang dan lembut seperti karya-karya Antony van Dyck.
Disadur dari “The World Of Rembrandt” Time-Life Library Of Art, 1968


Penjaga Malam
Rembrandt van Rijn
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar